PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Beberapa
waktu terkhir masyarakat menghadapi kenyataan sulitnya mengais sepiring nasi,
masyarakat terimpit beban hidup yang sangat berat karena daya beli mereka
tertekan pada titik terendah.Menghadapi kesulitan ekonomi yang seperti ini
akibat dari kenaikan harga bahan pokok seperti halnya melambungnya harga bawang
membuat sebagian masyarakat limbung, tempo.co,
Semarang menurut Ketua Assosiasi Petani Bawang (APMI) mengatakan bahwa
Indonesia terancam krisis bawang merah kondisi ini terjadi sejak Februari.
Berdasarkan
data APMI saat ini harga bawang melambung hingga dua kali lipat yaitu dari 12
ribu menjadi 25 ribu rupiah perkilogram. Sedangkan persediaan bawang merah
nasional saat ini hanya 8 ribu ton, jauh
dari kebutuhan bulanan yang mencapai 25.500 ton, hal itu disebabkan karena
menipisnya stok dan kekurangan produksi yang terjadi karena areal tanam bawang
merah berkurang dua kali lipat menjadi 600 hektare, dikarenakan para petani
bawang beralih menanam padi.
Menurut
Kepala seksi pemasaran hasil Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
mengatakan persediaan bibit bawang merah pun mulai menipis, sebab para petani
banyak yang tergoda untuk menjual stok bibit sebagai sayur karena harganya
lebih tinggi.
Pada
tahun 1990 an pemenuhan kebutuhan baawang putih dan bawang merah di Indonesia
90% nya dipenuhi dari produksi lokal sisanya dipenuhi dari impor, artinya 90%
kebutuhannya dipenuhi oleh para petani bawang ini mengindikasikan pada tahun
tersebut kendali pangan atau Kedaulatan pangan khususnya dikomoditas bawang ada
pada genggaman petani lokal, penentuan harga dipasaran pun akan ditentukan oleh
petani yang dikendalikan oleh kebijakan negara.
Kini
keadaannya terbalik, dari total kebutuhan bawang merah dan bawang putih, hampir
90% dipenuhi oleh impor dan sisanya dipenuhi oleh petani-petani lokal dan
kendali harga pangan sudah tidak ditentukan oleh para petani lokal, karena
harga diserahkan sepenuhnya kepada para importir. Disinilah harga bawang mulai
bermain-main, sehingga munculah istilah kartel
impor.
Dalam
hal ini, Bullog dikondisikan akan kehilangan peranan-peranan dalam memonopoli
komoditas strategis dalam menjaga stabilisasi harga pangan bagi produsen dan
konsumen dalam menciptakan ketahanan pangan. Kebijakan ini secara langsung akan
memberi peluang dan kekuatan pada sektor swasta/ asing dalam mendominasi hargaa
pangan dibukanya impor produk pangan dan pajak kecil secara besar-besaran
lambat laun akan mematikan sektor pertanian lokal, karena harga produk pangan
impor jauh lebih murah, hal tersebut mengakibatkan produktifitas para petani
semakin menurun karena daya saing produknya kalah dengan komoditas impor, belum
lagi persoalan pupuk dan bibit yang penyediaanya diserahkan kepada sektor
swasta/ asing.
Produktifitas
dalam negeri masih belum memenuhi diakibatkan adanya beberapa faktor, diantaranya
anomali iklim yang belum sepenuhnya dapat diadaptasi oleh petani adanya ekspetasi
kenaikan harga karena berbagai kebijakan pemerintah.
Selain
mengacaukan sistem budidaya, anomali iklim juga menyebabkan eksploitasi
serangan organisme pengganggu tanaman, termasuk wereng batang coklat yang
banyak menyerang padi , penyakit antraknosa dan penyakit karena fungsi
menyerang tanaman cabai dan sayur-sayuran dibeberapa sentra produksi.
Ekspektasi
kenaikan harga terjadi karena dalam waktu hampir bersamaan pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi. Kebijakan itu antara lain, kenaikan
tarif dasar listrik, taarif jalan tol, tarif kereta api ekonomi (yang kemudian
ditunda) dan rencana pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
pelaksanaan impor holtikultura di Indonesia ?
2. Apakah
regulasi yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat penyimpangan ?
3. Mengapa
pemerintah tidak membuka lahan baru bagi petani holtikultura agar Indonesia tidak
mengimpor barang dari luar ?
C. TUJUAN:
1. Untuk
mengetahui pelaksanaan impor holtikultura di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui regulasi yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat
penyimpangan.
3. Untuk
mengetahui alasan pemerintah tidak membuka lahan baru.
D. MANFAAT:
1. Supaya
mengetahui pelaksanaan impor holtikultura di Indonesia ?
2. Supaya
mengetahui regulasi yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat
penyimpangan ?
3. Supaya
mengetahui alasan pemerintah tidak membuka lahan baru ?
PEMBAHASAN
Pelaksanaan impor holtikultura di
indonesia tahun ini menurun karena pemerintah melakukan pembatasan impor pada
13 produk holtikultura. Akibat penerapan kebijakan tentang pembatasan importasi
pada produk hortikultura melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66 Tahun
2012, salah satunya komoditas bawang putih telah menimbulkan terjadinya
kenaikan harga yang cukup tinggi pada sejumlah pasar konsumsi di daerah-daerah.
Pada awalnya kebijakan tersebut dibuat dengan mempertimbangankan berbagai alasan,
antara lain untuk melindungi hasil produksi/panen para petani lokal yang akan
memasuki panen raya, agar terserap hasil panennya di pasaran dan dapat menjamin
tingkat harga yang lebih menguntungkan agar tidak jatuh pada tingkat yang
rendah, seperti yang dialami pada tahun sebelumnya, serta dapat mengendalikan
jumlah yang ideal atas pasokan yang akan memasuki pasar konsumen dalam negeri,
antara perbandingan jumlah produksi dalam negeri dengan tingkat kebutuhan
impornya.
Sekitar awal tahun antara Januari
sampai dengan Maret 2013, panen raya diperkirakan akan segera dialami oleh para
petani lokal penghasil komoditas hortikultura terutama bawang putih dan bawang
merah. Dengan alasan dasar itulah pemberlakuan dan penetapan oleh stakeholder
mengenai pembatasan impor produk hortikultura terutama komoditas bawang putih
diberlakukan.
Berdasarkan
kenyataan tersebut diatas, semestinya perlu segera dilakukan perbaikan regulasi
terhadap kebijakan Permentan Nomor 66/2012 mengenai pembatasan impor
hortikultura terutama komoditas bawang putih dan kebijakan terkait bawang putih
lokal, bukan dengan cara menutup rapat keran impornya, akan tetapi lebih kepada
pengendalian pasokannya di dalam negeri dikarenakan hasil produksi bawang putih
kita (lokal) tidak akan mencukupi untuk penyediaan kebutuhan konsumsi
masyarakat.
Regulasi
yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat hambatan. JAKARTA,
Jaringnews.com - Salah satu penghambat produksi hortikultura
nasional karena masih kurangnya dukungan dari pemerintah seperti hambatan
regulasi lahan yang masih tumpang tindih. cuaca kurang mendukung dan curah
hujan cukup tinggi di berbagai belahan dunia akhir 2012 dan berlanjut hingga
saat ini, produksi beberapa komoditas hortikultura menurun Karena itu, pelaku
usaha berharap kepada pemerintah membenahi dan memberikan kemudahan terkait
regulasi lahan. Sebab dengan kemudahan tersebut pelaku usaha akan mendapatkan
infrastruktur yang memadai, sehingga bisa mengembangkan produksi hortikultura
dalam jumlah yang besar.
Wakil Ketua
Komisi Tetap Keamanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Harry
Hanawi mengungkapkan, Pemerintah kurang menyadari masalah regulasi, menjadi
kendala utama yang dialami pelaku usaha dalam swasembada pangan. Sehingga untuk
membuka lahan baru terhalang oleh banyaknya regulasi yang saling tumpang
tindih. Tidak hanya persoalan regulasi, infrastruktur pun kurang tersedia
dan juga kurang didukung, sehingga semakin sulit bila kita ingin meningkatkan
swasembada pangan.
Dengan tidak
tertatanya regulasi yang baik, maka pelaku usaha semakin sulit untuk
membudidayakan tanaman hortikultura. Disamping biaya infrastruktur yang terlalu
tinggi juga insentif yang besar. Sehingga, pelaku usaha yang ingin
mengembangkan hortikultura dalam jumlah yang besar terbentur infrastruktur yang
tidak memadai.
Seperti halnya Krisis bawang di
Indonesia diperkeruh oleh ulah pemodal dan pengusaha besar ataupun importir,
dengan melanggar aturan impor. Beberapa peti kemas dari 599 peti kemas bawang
putih impor dari China, tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Diduga
ada unsur kesengajaan pihak importir untuk menahan peti kemas dengan mengulur
waktu pengurusan surat persetujuan impor (SPI) dan dokumen rekomendasi impor
produk hortikultura (RIPH). Harapannya, terjadi kelangkaan bawang di
pasar sehingga akan mendongkrak harga. Komisi Perdagangan dan Persaingan Usaha
(KPPU) mensinyalir 11 importir bawang putih melakukan praktik kartel
dengan cara mengulur waktu pengurusan ijinnya bagi ke 394 peti kemas produk
bawang putih.
Pemerintah tidak
membuka lahan baru karena, permasalahan pokok industri pertanian dan pangan
indonesia adalah peningkatan permintaan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan
permintaan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan produksi dalam negeri. Selain
itu banyak permasalahn lahan pertanian yang dihadapi indonesia.
Pertama,
banyak lahan pertanian yang dikonservasi menjadi lahan non pertanian contohnya,
di seluruh Indonesia tidak kurang dari 100.000 hektar lahan pertanian yang
berubah fungsi menjadi non pertanian setiap tahunnya, baik untuk real estat,
industrial eastat. Dilemanya hal itu semua yang Indonesia perlukan juga saat
ini dan ironinya justru terjadi didaerah yang subur seperti Kerawang, Depok,
Pasar minggu rata-rata hampir seluruh kota besar meluas karena pertambahan
penduduk dan urbanisasi. Karena dulu kota-kota di tengah sawah yang luas, maka
pengurangan lahan pertanian menjadi besar.
Perlu dicatat
konversi tersebut diperlukan juga karena pertumbuhan penduduk membutuhkan
pembangunan pemukiman dan infrastruktur juga. Masalahnya hanya pertahanan ini,
tanah usaha milik petani jumlahnya terus menurun. Dari data sensus pertanian
terakhir tahun 2003 rataa-rata luas pemilikan lahan petani 0,7 hektar,
sementara ditahun 1983 masih 0,89 hektar dijawa, di tahun 2003 rata-rata petani
hanya memiliki 0,3 hektar di tahun 1983 masih 0,83 hektar. Dengan lahan usaha
yang semakin menyempit penghasilan petani terus berkurang, petani menyumbang
60% angka kemiskinan di Indonesia.
Di Indonesia
mekanisme tidak optimal karena lahan pertanian terus menyusut akibat mekanisme
yang tidak berjalan optimal biaya produksi relatif tinggi. Masalah sengketa
lahan pertanian terjadi disemua tempat, terutama di Sumatra dan Jawa. Jumlah
sengketa yang dapat diselesaikan lebih sedikit dari pada jumlah sengketa baru
yang muncul.
Persoalan
sengketa lahan yang menumpuk menimbulkan ketegangan sosial yang mengancam
negara. Banyak negara yang mengalami persoalan sosial dan berujung revolusi
karena persoalan tanah. Persoalan tanah menjadi lebih komplek, ketika banyak
petani menjual tanahnya kepada pengusaha-pengusaha besar. Ketegangan sosial
terjadi karena adanya ketimpangan kepemilikan lahan pertanian di Indonesia,
ironinya pemerintah pun turut memberikan lahan-lahan pertanian yang besar
kepada pengusaha. Maka kami mendesak untuk segera petani bisa mendapatkan
kemudahan seperti pemberian lahan-lahan milik pemerintah.
PENUTUP
A.
SIMPULAN
B.
SARAN
·
Kepada pemerintah atau dinas yang
terkait untuk tidak mengimpor produk holtikultura, namun dengan membuka lahan
baru dan memperluas kepemilikan lahan milik petani yang semakin menyempit.
Jika
lahan pertanian luas, maka petanipun makmur karena mayoritas penduduk indonesia
berprofesi sebagai petani, jika petani makmur maka mereka dapat membuat dunia
industri indonesia semakin tumbuh dan indonesia semakin makmur
·
Untuk negara, harus mengatur harga
komoditas pangan dalam negeri agar menguntungkan para petani .
DAFTAR PUSTAKA
Lindert Peter H,”Ekonomi Internasional”, Jakarta: Bumi Aksara,1994.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Beberapa
waktu terkhir masyarakat menghadapi kenyataan sulitnya mengais sepiring nasi,
masyarakat terimpit beban hidup yang sangat berat karena daya beli mereka
tertekan pada titik terendah.Menghadapi kesulitan ekonomi yang seperti ini
akibat dari kenaikan harga bahan pokok seperti halnya melambungnya harga bawang
membuat sebagian masyarakat limbung, tempo.co,
Semarang menurut Ketua Assosiasi Petani Bawang (APMI) mengatakan bahwa
Indonesia terancam krisis bawang merah kondisi ini terjadi sejak Februari.
Berdasarkan
data APMI saat ini harga bawang melambung hingga dua kali lipat yaitu dari 12
ribu menjadi 25 ribu rupiah perkilogram. Sedangkan persediaan bawang merah
nasional saat ini hanya 8 ribu ton, jauh
dari kebutuhan bulanan yang mencapai 25.500 ton, hal itu disebabkan karena
menipisnya stok dan kekurangan produksi yang terjadi karena areal tanam bawang
merah berkurang dua kali lipat menjadi 600 hektare, dikarenakan para petani
bawang beralih menanam padi.
Menurut
Kepala seksi pemasaran hasil Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
mengatakan persediaan bibit bawang merah pun mulai menipis, sebab para petani
banyak yang tergoda untuk menjual stok bibit sebagai sayur karena harganya
lebih tinggi.
Pada
tahun 1990 an pemenuhan kebutuhan baawang putih dan bawang merah di Indonesia
90% nya dipenuhi dari produksi lokal sisanya dipenuhi dari impor, artinya 90%
kebutuhannya dipenuhi oleh para petani bawang ini mengindikasikan pada tahun
tersebut kendali pangan atau Kedaulatan pangan khususnya dikomoditas bawang ada
pada genggaman petani lokal, penentuan harga dipasaran pun akan ditentukan oleh
petani yang dikendalikan oleh kebijakan negara.
Kini
keadaannya terbalik, dari total kebutuhan bawang merah dan bawang putih, hampir
90% dipenuhi oleh impor dan sisanya dipenuhi oleh petani-petani lokal dan
kendali harga pangan sudah tidak ditentukan oleh para petani lokal, karena
harga diserahkan sepenuhnya kepada para importir. Disinilah harga bawang mulai
bermain-main, sehingga munculah istilah kartel
impor.
Dalam
hal ini, Bullog dikondisikan akan kehilangan peranan-peranan dalam memonopoli
komoditas strategis dalam menjaga stabilisasi harga pangan bagi produsen dan
konsumen dalam menciptakan ketahanan pangan. Kebijakan ini secara langsung akan
memberi peluang dan kekuatan pada sektor swasta/ asing dalam mendominasi hargaa
pangan dibukanya impor produk pangan dan pajak kecil secara besar-besaran
lambat laun akan mematikan sektor pertanian lokal, karena harga produk pangan
impor jauh lebih murah, hal tersebut mengakibatkan produktifitas para petani
semakin menurun karena daya saing produknya kalah dengan komoditas impor, belum
lagi persoalan pupuk dan bibit yang penyediaanya diserahkan kepada sektor
swasta/ asing.
Produktifitas
dalam negeri masih belum memenuhi diakibatkan adanya beberapa faktor, diantaranya
anomali iklim yang belum sepenuhnya dapat diadaptasi oleh petani adanya ekspetasi
kenaikan harga karena berbagai kebijakan pemerintah.
Selain
mengacaukan sistem budidaya, anomali iklim juga menyebabkan eksploitasi
serangan organisme pengganggu tanaman, termasuk wereng batang coklat yang
banyak menyerang padi , penyakit antraknosa dan penyakit karena fungsi
menyerang tanaman cabai dan sayur-sayuran dibeberapa sentra produksi.
Ekspektasi
kenaikan harga terjadi karena dalam waktu hampir bersamaan pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi. Kebijakan itu antara lain, kenaikan
tarif dasar listrik, taarif jalan tol, tarif kereta api ekonomi (yang kemudian
ditunda) dan rencana pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
pelaksanaan impor holtikultura di Indonesia ?
2. Apakah
regulasi yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat penyimpangan ?
3. Mengapa
pemerintah tidak membuka lahan baru bagi petani holtikultura agar Indonesia tidak
mengimpor barang dari luar ?
C. TUJUAN:
1. Untuk
mengetahui pelaksanaan impor holtikultura di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui regulasi yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat
penyimpangan.
3. Untuk
mengetahui alasan pemerintah tidak membuka lahan baru.
D. MANFAAT:
1. Supaya
mengetahui pelaksanaan impor holtikultura di Indonesia ?
2. Supaya
mengetahui regulasi yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat
penyimpangan ?
3. Supaya
mengetahui alasan pemerintah tidak membuka lahan baru ?
PEMBAHASAN
Pelaksanaan impor holtikultura di
indonesia tahun ini menurun karena pemerintah melakukan pembatasan impor pada
13 produk holtikultura. Akibat penerapan kebijakan tentang pembatasan importasi
pada produk hortikultura melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66 Tahun
2012, salah satunya komoditas bawang putih telah menimbulkan terjadinya
kenaikan harga yang cukup tinggi pada sejumlah pasar konsumsi di daerah-daerah.
Pada awalnya kebijakan tersebut dibuat dengan mempertimbangankan berbagai alasan,
antara lain untuk melindungi hasil produksi/panen para petani lokal yang akan
memasuki panen raya, agar terserap hasil panennya di pasaran dan dapat menjamin
tingkat harga yang lebih menguntungkan agar tidak jatuh pada tingkat yang
rendah, seperti yang dialami pada tahun sebelumnya, serta dapat mengendalikan
jumlah yang ideal atas pasokan yang akan memasuki pasar konsumen dalam negeri,
antara perbandingan jumlah produksi dalam negeri dengan tingkat kebutuhan
impornya.
Sekitar awal tahun antara Januari
sampai dengan Maret 2013, panen raya diperkirakan akan segera dialami oleh para
petani lokal penghasil komoditas hortikultura terutama bawang putih dan bawang
merah. Dengan alasan dasar itulah pemberlakuan dan penetapan oleh stakeholder
mengenai pembatasan impor produk hortikultura terutama komoditas bawang putih
diberlakukan.
Berdasarkan
kenyataan tersebut diatas, semestinya perlu segera dilakukan perbaikan regulasi
terhadap kebijakan Permentan Nomor 66/2012 mengenai pembatasan impor
hortikultura terutama komoditas bawang putih dan kebijakan terkait bawang putih
lokal, bukan dengan cara menutup rapat keran impornya, akan tetapi lebih kepada
pengendalian pasokannya di dalam negeri dikarenakan hasil produksi bawang putih
kita (lokal) tidak akan mencukupi untuk penyediaan kebutuhan konsumsi
masyarakat.
Regulasi
yang dilaksanakan dalam implementasinya masih terdapat hambatan. JAKARTA,
Jaringnews.com - Salah satu penghambat produksi hortikultura
nasional karena masih kurangnya dukungan dari pemerintah seperti hambatan
regulasi lahan yang masih tumpang tindih. cuaca kurang mendukung dan curah
hujan cukup tinggi di berbagai belahan dunia akhir 2012 dan berlanjut hingga
saat ini, produksi beberapa komoditas hortikultura menurun Karena itu, pelaku
usaha berharap kepada pemerintah membenahi dan memberikan kemudahan terkait
regulasi lahan. Sebab dengan kemudahan tersebut pelaku usaha akan mendapatkan
infrastruktur yang memadai, sehingga bisa mengembangkan produksi hortikultura
dalam jumlah yang besar.
Wakil Ketua
Komisi Tetap Keamanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Harry
Hanawi mengungkapkan, Pemerintah kurang menyadari masalah regulasi, menjadi
kendala utama yang dialami pelaku usaha dalam swasembada pangan. Sehingga untuk
membuka lahan baru terhalang oleh banyaknya regulasi yang saling tumpang
tindih. Tidak hanya persoalan regulasi, infrastruktur pun kurang tersedia
dan juga kurang didukung, sehingga semakin sulit bila kita ingin meningkatkan
swasembada pangan.
Dengan tidak
tertatanya regulasi yang baik, maka pelaku usaha semakin sulit untuk
membudidayakan tanaman hortikultura. Disamping biaya infrastruktur yang terlalu
tinggi juga insentif yang besar. Sehingga, pelaku usaha yang ingin
mengembangkan hortikultura dalam jumlah yang besar terbentur infrastruktur yang
tidak memadai.
Seperti halnya Krisis bawang di
Indonesia diperkeruh oleh ulah pemodal dan pengusaha besar ataupun importir,
dengan melanggar aturan impor. Beberapa peti kemas dari 599 peti kemas bawang
putih impor dari China, tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Diduga
ada unsur kesengajaan pihak importir untuk menahan peti kemas dengan mengulur
waktu pengurusan surat persetujuan impor (SPI) dan dokumen rekomendasi impor
produk hortikultura (RIPH). Harapannya, terjadi kelangkaan bawang di
pasar sehingga akan mendongkrak harga. Komisi Perdagangan dan Persaingan Usaha
(KPPU) mensinyalir 11 importir bawang putih melakukan praktik kartel
dengan cara mengulur waktu pengurusan ijinnya bagi ke 394 peti kemas produk
bawang putih.
Pemerintah tidak
membuka lahan baru karena, permasalahan pokok industri pertanian dan pangan
indonesia adalah peningkatan permintaan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan
permintaan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan produksi dalam negeri. Selain
itu banyak permasalahn lahan pertanian yang dihadapi indonesia.
Pertama,
banyak lahan pertanian yang dikonservasi menjadi lahan non pertanian contohnya,
di seluruh Indonesia tidak kurang dari 100.000 hektar lahan pertanian yang
berubah fungsi menjadi non pertanian setiap tahunnya, baik untuk real estat,
industrial eastat. Dilemanya hal itu semua yang Indonesia perlukan juga saat
ini dan ironinya justru terjadi didaerah yang subur seperti Kerawang, Depok,
Pasar minggu rata-rata hampir seluruh kota besar meluas karena pertambahan
penduduk dan urbanisasi. Karena dulu kota-kota di tengah sawah yang luas, maka
pengurangan lahan pertanian menjadi besar.
Perlu dicatat
konversi tersebut diperlukan juga karena pertumbuhan penduduk membutuhkan
pembangunan pemukiman dan infrastruktur juga. Masalahnya hanya pertahanan ini,
tanah usaha milik petani jumlahnya terus menurun. Dari data sensus pertanian
terakhir tahun 2003 rataa-rata luas pemilikan lahan petani 0,7 hektar,
sementara ditahun 1983 masih 0,89 hektar dijawa, di tahun 2003 rata-rata petani
hanya memiliki 0,3 hektar di tahun 1983 masih 0,83 hektar. Dengan lahan usaha
yang semakin menyempit penghasilan petani terus berkurang, petani menyumbang
60% angka kemiskinan di Indonesia.
Di Indonesia
mekanisme tidak optimal karena lahan pertanian terus menyusut akibat mekanisme
yang tidak berjalan optimal biaya produksi relatif tinggi. Masalah sengketa
lahan pertanian terjadi disemua tempat, terutama di Sumatra dan Jawa. Jumlah
sengketa yang dapat diselesaikan lebih sedikit dari pada jumlah sengketa baru
yang muncul.
Persoalan
sengketa lahan yang menumpuk menimbulkan ketegangan sosial yang mengancam
negara. Banyak negara yang mengalami persoalan sosial dan berujung revolusi
karena persoalan tanah. Persoalan tanah menjadi lebih komplek, ketika banyak
petani menjual tanahnya kepada pengusaha-pengusaha besar. Ketegangan sosial
terjadi karena adanya ketimpangan kepemilikan lahan pertanian di Indonesia,
ironinya pemerintah pun turut memberikan lahan-lahan pertanian yang besar
kepada pengusaha. Maka kami mendesak untuk segera petani bisa mendapatkan
kemudahan seperti pemberian lahan-lahan milik pemerintah.
PENUTUP
A.
SIMPULAN
B.
SARAN
·
Kepada pemerintah atau dinas yang
terkait untuk tidak mengimpor produk holtikultura, namun dengan membuka lahan
baru dan memperluas kepemilikan lahan milik petani yang semakin menyempit.
Jika
lahan pertanian luas, maka petanipun makmur karena mayoritas penduduk indonesia
berprofesi sebagai petani, jika petani makmur maka mereka dapat membuat dunia
industri indonesia semakin tumbuh dan indonesia semakin makmur
·
Untuk negara, harus mengatur harga
komoditas pangan dalam negeri agar menguntungkan para petani .
DAFTAR PUSTAKA
Lindert Peter H,”Ekonomi Internasional”, Jakarta: Bumi Aksara,1994.
0 komentar:
Posting Komentar