KATA PENGANTAR
Bissmillahirahmanirahim
Assalamu alaikum
warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah
mengijinkan dan memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis
makalah Ekonomi Koperasi dan UKM yang berjudul Permasalahan Dari Pedagang Kaki
Lima.
Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini
adalah tugas dari mata kuliah Ekonomi Koperasi dan UKM , untuk mencapai nilai
yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih yang
tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat
kami selesaikan dengan baik
Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakaatuh
SURABAYA, 9 JANUARI 2012
JIHAN CANDRA PRATAMA
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah..................................................................................................... 1
b.
Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
c.
Tujuan Penulisan................................................................................................................. 2
d.
Manfaat Penulisan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
a.
Masalah utama yang dihadapi oleh
Pedagang kaki lima di kota Makassar........................ 3
b.
Tempat Pedagang Kaki Lima yang
merajalela di kota Makassar....................................... 4
c. Masalah yang di hadapi oleh pemerintah kota Makasssar.................................................. 4
d. Kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah kota Makassar........................................... 5
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan ....................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang Masalah
Pedagang
Kaki Lima adalah salah satu permasalahan perekonomian yang dialami sebagian
kecil masyarakat umunya di Indonesia,
membuat sebagian masyarakat Indonesia memilih salah satu alternatif usaha di
sektor informal dengan modal yang relatif kecil untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya melihat kelangsungan hidup yang makin hari makin meningkat harganya
terutama harga sembako. Kehadiran Pedagang Kaki Lima yang menempati
pingi-pinggiran kota di pesisir jalan dan di pesisir pasar yang sangat
menganggu ketertiban lalu lintas dan gangguan pada prasarana pejalan kaki, dan
kemacetan kota. Sehingga , pemerintah mengalami kesulitan dalam penataan dan pemberdayaan
guna mewujudkan kota yang bersih dan aman dari sekeliling masyarakat . akan
tetapi Pedagang Kaki Lima sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki
potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja untuk masyarakat yang
kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai karena rendahnya tingkat
pendidikan yang menjadi masalah sehingga terbukanya dan terbentukya yang
namanya PEDAGANG KAKI LIMA.
Kebijakan publik adalah segala hal yang diputuskan oleh pemerintah.
Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat
kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua
model pembuatan, yang bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses
pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah.
Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah.
Masalah kebijakan merupakan sebuah fenomena yang memang harus ada
mengingat tidak semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat diterima
oleh seluruh masyarakat. Tak jarang kebijakan dari pemerintah itu justru
menimbulkan masalah baru di dalam masyarakat. Kenyataan ini dapat dilihat dari
bagaimana pemerintah dalam memberdayakan para pedagang kaki lima. Kebijakan
tatanan kota yang merujuk pada ketertiban dan keindahan kota menjadikan sebuah
harga mahal bagi kehadiran para pedagang kaki lima.
2) Rumusan Masalah
Dari
penjelasan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
:
a. Bagaimana persoalan Pedagang Kaki Lima yang ada di kota
Makassar ?
b. Bagaimana kebijakan yang di keluarkan pemerintah untuk mengurangi
masalah dari pedagang kaki lima ?
c.
Apakah solusi
yang tepat untuk masalah dari Pedagang Kaki Lima?
3)
Tujuan Penulisan
Dari
perumusan masalah di atas. Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui gambaran masalah yang menyangkut dengan Pedagang
Kaki Lima yang ada di kota Makassar
b. Untuk mengetahui kebijakan apa saja yang di terapkan oleh pemerintah
untuk menangani pedagang kaki lima.
c. Untuk mencari solusi terkait
permasalahan Pedagang Kaki Lima
4) Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini mencakup
beberapa diantaranya sebagai berikut :
a. Memberikan pembelajaran bagi pedagang kaki lima agar tidak
mengganggu pejalan kaki dan sebagainya.
b. Memberikan masukan bagi pemerintah kota Makassar dalam upaya
mengatasi persoalan pedagang kaki lima
c. Memberikan wawasan dan masukan bagi para pedagang kaki lima dalam
mengatasi masalah pedagang kaki lima.
BAB II
PEMBAHASAN
Berawal dari
pedagang keliling yang memasarkan dagangannya ke berbagai tempat yang ramai, di
sanalah awal sebutan “Pedagang Kaki Lima” atau PKL. Biasanya, para pedagang
yang berpindah-pindah itu, membawa kain besar segi empat ke mana ia pergi.
Setelah menemukan tempat yang dianggap layak untuk menjual barang dagangannya,
kain besar itu dikembangkan. Ke empat sudutnya diikat dan dihubungkan dengan tongkat
sebagai tiang dan di bagian tengahnya ditopang dengan galah bambu. Jadilah
empat sudut dan satu tiang penyangga menjadi lima. Sehingga, pedagang dan
pembeli berlindung di bawah tenda berkaki lima. Lama-lama, popularlah sebutan
kepada pedagang tidak tetap yang berada di tanah lapang atau pinggir jalan itu
sebagai pedagang kaki lima.
Konflik antara pedagang kaki lima dan pemerintah kota Makassar
terjadi karena salah satu pihak memiliki kekuasaan dan perbedaan kepentingan
masing-masing ada yang ingin menjalani hidupnya dengan usaha kecilnya sementara
pemerintah kota Makassar juga ingin menertibkannya agar kota Makassar aman dan
bersih dari lingkungan.
Ini adalah
sebagian dari pemersalahan dari pemerintah kota Makassar yang ingin di
selesaikan dan di tertibkan di antaranya :
1) Masalah utama yang dihadapi oleh Pedagang kaki lima di kota Makassar
Masalah yang utama itu dari yang kami survey di setiap pedagang kaki
lima di pinggiran SENTRAL di Makassar yaitu Penggusuran Para PKL liar yang
tidak memiliki TDU(Tanda DaftarUsaha) mereka biasanya akan di gusur dengan
peringatan yang di berikan sampai di laksanakan penggusuran paksa padahal
Pedagang kaki lima merupakan salah satu solusi akan masalah tingginya angka
pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja bagi masyarakat berpendidikan rendah
seperti mereka. Pemerintah dalam hal ini tidak dapat menyediakan lahan
pengganti bagi mereka untuk melanjutkan usaha mereka , jika pun ada pemerintah
menyediakan lahan-lahan yang letaknya kurang strategis yang secara pasti menurunkan
dan mematikan pendapatan yang mereka dapatkan dan akhirnya mereka harus gulung
tikar dan menjadi pengangguran yang semakin menambah permasalahan di Indonesia.
Pemerintah harus mencari cara dan tempat yang baik untuk mereka berdagang
ditengah modal mereka yang kecil agar di sisi lain semua para pedagang kaki
lima tidak hilang lapangan kerjanya dan bias melanjutkan kelangsungan hidupnya.
2) Tempat Pedagang Kaki Lima yang merajalela di kota Makassar
Tempat pedagang kaki lima
bagi masyarakat makassar sangat penting sebagai penyediaan barang – barang
dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat Makassar di antaranya ada 6 tempat
pasar yang ada di Makassar yang sangat banyak di penuhi dengan pedagang kaki lima
yaitu pasar Butung, pasar Tjidu, pasar
Kalimbu, pasar Baru, dan pasar Lette,dan pasar Sentral. Pedangan kaki lima sangat mempengaruhi pola
pasar dan sosial di Makassar . Dalam bidang perekonomian pedagang kaki lima
hanya berpengaruh sebagai produsen yang penting bagi masyarakat makassar
mengingat akan banyaknya masyarakat menengah maupun menengah ke bawah. Mereka
cenderung lebih memilih membeli pada pedagang kaki lima daripada membeli di
supermarket yang sudah merajalela di kota Makassar pada saat ini , mall atau
grosir maupun indogrosir yang banyak tersebar di kota Makassar , dikarenakan
harga yang mereka tawarkan lebih murah di bandingkan denga harga yang ada di
mall. Pedagang kaki lima telah menjadi mata pencaharian utama sebagian warga
Makassar .
3) Masalah yang di hadapi oleh pemerintah kota Makasssar
Persoalan Pemerintah Kota Makassar dalam menangani PKL di makassar
yakni penertiban dan penataan PKL. Sulitnya penertiban dan penangananyang
dilakukan karena kurangnya kesadaran PKL terhadap aturan dan terganggunya
fasilitas umum karena adanya aktivitas dagang mereka. Satpol PP sebagai
eksekutor dalam Penertiban dan Penanganan mengaku sangat lelah dalam penertiban
secara terus-menerus, yang dilakukan di daerah tersebut. Penertiban dilakukan
dengan melalui pemberitahuan kepada PKL terhadap lokasi yang mereka tempati
sebagai lokasi sarana umum. Penanganan dengan cara pemberian surat
teguran dari Pemkot kepada kecamatan / kelurahan dimana PKL tersebut menempati
lokasi dagang mereka namun penaganan dan penertiban tersebut kurang dihiraukan
sehingga Pemkot melalui satpol PP pemda Makassar
melakukan penggusuran secara tegas."Perencanaan yang dibuat harus
benar-benar terbingkai dalam sistem penyelenggaraan pemerintah yang baik dan
bertanggung jawab sebagaimana tujuan dari prinsip otonomi daerah yang tidak
melepaskan hak-hak masyarakat lainya (Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang
Pemeritah Daerah),",Kalau kita melihat, UU No 22 Tahun 2009 tentang
Lalulintas dan Angkutan Jalan pada pasal 131 ayat (1) dijelaskan pejalan kaki
berhak atas ketersediaan pendukung berupa trotoar, tempat penyebrangan dan fasilitas lain. Selain itu,
setiap jalan yang digunakan untuk lalulintas umum wajib dilengkapi perlengkapan
jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki dan penyandang cacat.
4) Kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah kota Makassar
Implementasi kebijakan pemerintah yaitu dilakukan dengan pemikiran
yang rasional dan proporsional. Logikanya pemerintah dalam mengeluarkan
kebijakan dalam hal ini relokasi, srelokasi tersebut adalah pemerintah berupaya
mencari win-win solution atas permasalahan PKL.
Dengan dikeluarkannya kebijakan relokasi, pemerintah dapat
mewujudkan tata kota yang indah dan bersih, namun juga dapat memberdayakan
keberadaan PKL untuk menopang ekonomi daerah. Pemberdayaan PKL melalui relokasi
tersebut ditujukan untuk formalisasi aktor informal, artinya dengan
ditempatkannya pedagang kaki lima pada kios-kios yang disediakan maka pedagang
kaki lima telah legal menurut hukum. Sehingga dengan adanya legalisasi tersebut
pemkab dapat menarik restribusi secara dari para pedagang agar masuk kas
pemerintah dan tentunya akan semakin menambah Pendapatan Asli Daerah.
Pemerintah Kota
mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain :
1. Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah
disediakan berupa kios-kios.
2. Kios kios tersebut disediakan secara gratis.
3. Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi
4. Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah
keputusan ini dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan relokasi
tersebut merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL. Karena
dengan adanya kios¬-kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu
membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan
memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan
modal usaha. Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana
dalam menangani keberadaan PKL.
Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik bagi para PKL.
Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang diwadahi dalam
suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap rencana relokasi
ini. Kebijakan Relokasi ini tidak dipilih karena adanya asumsi bahwa ada
kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;
Pertama, dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah cenderung
bertindak sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan. Hal
tersebut dapat dilihat dari tidak diikutsertakan atau dilibatkannya perwakilan
pedagang kaki lima ke dalam tim yang ‘menggodok’ konsep relokasi. Tim relokasi
yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya terdiri dari Sekretaris Daerah,
Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi,
serta Dinas Pengelolaan Pasar.
Kedua, adanya perbedaan persepsi dan logika dalam memandang suatu
masalah antara pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa disertai adanya
proses komunikasi timbal balik diantara keduanya. Dalam proses pembuatan
kebijakan, Pemerintah seringkali menggunakan perspektif yang teknokratis,
sehingga tidak memberikan ruang terhadap proses negosiasi atau sharing
informasi untuk menemukan titik temu antara dua kepentingan yang berbeda.
Selama ini, pedagang kaki lima menganggap Pemerintah Kota tidak pernah memberikan
rasionalisasi dan sosialisasi atas kebijakan relokasi yang dikeluarkan, sehingga
pedagang kaki lima curiga bahwa relokasi tersebut semata-mata hanya untuk
keuntungan dan kepentingan Pemerintah Kota atas proyek tamanisasi. Selain itu,
tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan ketidakjelasan konsep relokasi
yang ditawarkan oleh pemerintah, sehingga pedagang kaki lima melakukan
penolakan terhadap kebijakan relokasi.
Dalam perencanaan tata kota, relokasi PKL seharusnya melibatkan PKL
mulai dari tahap penentuan lokasi hingga kapan harus menempati. Rekomendasi kebijakannya
adalah penciptaan forum stakeholder pembangunan perkotaan untuk meningkatkan
partisipasi dan akses ke proses pengambilan keputusan. Pemerintah mestinya
serius untuk mendengarkan aspirasi para PKL melalui paguyuban-paguyuban PKL di
lokasi masing-masing sehingga program-program penataan yang diluncurkan tidak
menjadi sia-sia belaka.
Dalam keadaan Seperti ini sebaiknya Pemerintah melakukan pembinaan
mental, yaitu bagaimana mengelola PKL itu sendiri. Kalau kita bicara tentang
PKL itu bukan hanya mengelola tempat tetapi juga mengelola orang. Salah satu
keengganan orang untuk berbelanja di pasar adalah kesadaran lingkungan yang
rendah dan ketidakjujuran. Kesadaran lingkungan yang rendah terhadap sampah dan
aroma yang menyengat hidung juga menyebabkan kalah populernya PKL dibanding
pusat perbelanjaan modern. Dan ketidakjujuran sangat mengganggu proses jual
beli di PKL. Untuk mencegah dan mengurangi hal tersebut salah satu cara dengan
social value system atau nilai-nilai yang mengikat di masyarakat. Upaya
pembinaan mental terhadap PKL perlu dilakukan agar PKL menjadi lebih jujur dan
sadar lingkungan.
Pembinaan mental dapat dilakukan dengan mengadakan kajian keagamaan
yang berkenaan dengan masalah muamalah atau himbauan yang dikemas dalam nuansa
religius baik melalui media tatap langsung, selebaran, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Sektor informal sebagai sektor alternatif bagi para migran cukup
memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan. Selain membuka kesempatan
kerja, sektor informal juga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat kota.
Namun, pertumbuhan sektor informal yang pesat tanpa mendapat penanganan yang
baik dan terencana akan menimbulkan persoalan bagi kota. Untuk itu, pemerintah
kota harus jeli dalam menangani masalah sektor informal itu. Sehingga, sektor
informal dapat tumbuh dengan subur tanpa mengganggu kepentingan umum, terutama tidak mengganggu
keamanan, ketertiban dan keindahan kota.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com
http://www.wikipedia.com
0 komentar:
Posting Komentar